Kesehatan Terkini : Bakteri 'Pemakan Daging' di Jepang Mungkinkah Jadi Pandemi? Gini Kata Pakar


Visitors crowd as they offer prayers on the first business day of the New Year at the Kanda Myojin shrine, frequented by worshippers seeking good fortune and prosperous business, in Tokyo, Japan, January 4, 2024. REUTERS/Issei Kato
Ilustrasi warga Jepang. (Foto: REUTERS/ISSEI KATO)

Epidemiolog Dicky Budiman berbicara soal potensi bakteri ‘pemakan daging’ yang heboh di Jepang untuk menjadi sebuah pandemi. Belum lama ini Jepang tengah dihebohkan dengan kasus infeksi Group A Streptococcus (GAS) yang menyebabkan komplikasi Streptococcal toxic shock syndrome (STSS).
Jumlah kasus yang terjadi di Jepang telah mencapai kurang lebih 1.000 infeksi dan sudah menewaskan 77 orang dalam periode Januari hingga Maret tahun ini. Dicky Budiman menjelaskan bahwa potensi infeksi bakteri ‘pemakan daging’ menjadi sebuah pandemi yang besar seperti COVID-19 sangatlah kecil.
“Apakah ini berpotensi menjadi pandemi? Tentu tidak ya, masih sangat jauh-jauh sekali, sangat kecil sekali potensinya untuk menjadi satu wabah bahaya besar seperti halnya COVID-19 ya,” kata Dicky Budiman pada detikcom, Kamis (27/6/2024).
Meskipun infeksi bakteri tersebut memiliki risiko penularan melalui droplet, Dicky mengatakan bahwa ini sangat dipengaruhi oleh kondisi imunitas seseorang. Walau potensi pandemi dari infeksi tersebut kecil, Dicky Budiman mengingatkan bahwa infeksi dapat berdampak serius pada pasien dan harus segera mendapatkan pertolongan medis.
“Ini terutama dipengaruhi oleh kondisi seseorang yang umumnya ada masalah imunitas. Jadi ada penyakit kronis antara lain, ini yang berpengaruh. Jadi tidak lah kalau sampai berpotensi pandemi,” ujar Dicky.
“Kasusnya ini relatif jarang dan kalau terjadi bisa sangat fatal,” tandasnya.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmizi menjelaskan hingga saat ini kasus bakteri ‘pemakan daging’ belum ditemukan di Indonesia. Ia mengatakan kasus tersebut memang sudah ada di Jepang sejak tahun 2019 dan mengalami peningkatan pada tahun ini.
Meski begitu, Jepang hingga saat ini belum menerapkan situasi darurat kesehatan terkait kemunculan penyakit tersebut. Ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir menanggapi penyakit yang kasusnya sedang naik di Jepang itu.

“Sampai sekarang belum ada di Indonesia. Kasus yang dilaporkan (di Jepang) umumnya kasus di rumah sakit dan ini adalah disebabkan bakteri streptokokus yang biasanya penyebab faringitis,” kata dr Nadia.
“Tidak ada pembatasan perjalanan dari maupun menuju Jepang. Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait iGAS (invasive group A streptococcal disease) termasuk STSS di Eropa pada Desember 2022, tidak ada rekomendasi untuk pembatasan perjalanan ke negara terdampak,” tandasnya.

Untuk lebih lengkapnya Klik Disini!!