Kesehatan Terkini : 6 Negara Asia 'Diamuk' Krisis Populasi, Ada Jepang hingga Singapura
Penurunan angka kelahiran belakangan menjadi isu yang kerap mendapat sorotan. Tak hanya di dunia, krisis populasi juga dialami oleh sejumlah negara di Asia.
Bahkan, krisis populasi menjadi ancaman yang lebih besar bagi negara-negara di Asia ketimbang Eropa. Dikutip dari The Guardian, masyarakat Asia, terutama di Asia Timur, mengalami penuaan yang cepat hanya dalam beberapa dekade setelah industrialisasi.
Ditambah lagi, negara-negara di Asia cenderung enggan menjalankan kebijakan imigrasi untuk mengatasi penurunan populasi produktif, lantaran mempertimbangkan kondisi dalam negeri.
Krisis populasi juga diperparah oleh tren tidak mau menikah yang muncul dalam beberapa tahun terakhir. Banyak generasi muda yang emoh menikah dan memiliki keturunan karena alasan ekonomi atau faktor lainnya. Walhasil, angka kelahiran semakin anjlok.
Lantas, negara mana saja di Asia yang mengalami krisis populasi dan penurunan angka kelahiran? Dikutip dari berbagai sumber, berikut ulasannya.
Jepang adalah salah satu negara di Asia yang kerap bergelut dengan krisis angka kelahiran. Pada 2023, angka kelahiran di Jepang tercatat hanya 1,3. Lebih lanjut, data Kementerian Kesehatan Jepang mengungkapkan hanya ada sekitar 758.631 bayi yang lahir pada tahun tersebut.
Kondisi ini salah satunya disebabkan merosotnya perekonomian akibat pandemi COVID-19. Selain itu, semakin banyak pasangan yang menikah dan memiliki anak di usia tua, sehingga turut memengaruhi fertilitas.
Meski menjadi salah satu negara dengan penduduk terpadat, China juga dihadapkan dengan krisis populasi. Dikutip dari Macro Trends, angka kelahiran di China pada 2024 hanya sekitar 1.7.
Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya warga yang menunda pernikahan. Tak hanya itu, banyak warga yang sudah menikah memilih untuk tidak memiliki anak lantaran pendidikan yang mahal, serta lingkungan akademik yang kompetitif.
Siapa sangka, negara maju ini juga dilanda penurunan populasi. Dikutip dari Channel News Asia, angka kelahiran di Singapura ditaksir hanya sekitar 0,97 pada 2023. Ini menurun dibandingkan 1,04 pada 2022, dan 1,12 pada 2021.
Ada sejumlah faktor yang memicu krisis populasi di Singapura, mulai dari biaya finansial, rendahnya angka kelahiran, kesulitan mengelola komitmen pekerjaan dan keluarga, hingga maraknya pasangan yang menunda untuk menikah memiliki anak lantaran pandemi COVID-19.
Sama seperti negara tetangganya, Korea Selatan juga dihantam krisis populasi. Dikutip dari Reuters, angka kelahiran di Korea Selatan tercatat hanya 0,72 pada 2023, terburuk sepanjang sejarah Negeri Ginseng tersebut.
Bahkan, angka kelahiran di Seoul, ibukota Korea Selatan, tercatat hanya 0,55. Para ahli mengungkapkan anjloknya angka kelahiran di Korea Selatan dipicu oleh tingginya biaya pendidikan dan perumahan di negara tersebut. Hal ini membuat banyak pasangan muda belum berani untuk memiliki dan membesarkan anak.
Pemerintah Hong Kong sendiri padahal sudah melakukan berbagai upaya untuk mendongkrak angka kelahiran. Misalnya, menambah tunjangan pajak anak sebesar HK$ 10.000, atau sekitar lebih dari Rp 19 juta. Namun, banyak warga yang menganggap kebijakan kesuburan Hong Kong tidak memberikan dukungan cukup pada orang yang ingin memiliki anak.
Selain itu, ada pula faktor sosial seperti tekanan ekonomi, perubahan struktur sosial, serta stabilitas politik yang memengaruhi keputusan orang untuk memiliki anak.
Thailand baru-baru ini juga dilaporkan mengalami krisis penurunan populasi. Survei yang dilakukan National Institute of Development Administration (NIDA) Thailand menunjukkan sebanyak 44 responden menyatakan kurang berminat memiliki anak.
Alasan utama yang dikemukakan adalah biaya pengasuhan anak, kekhawatiran mengenai dampak kondisi masyarakat terhadap anak-anak, dan tidak ingin terbebani dengan pengasuhan anak.
Untuk lebih lengkapnya Klik Disini!!