Edukasi Terkini : Suhu di Seluruh Kota RI Naik Signifikan Imbas Fenomena UHI, Apakah Itu?


Perubahan iklim
Ilustrasi perubahan iklim di perkotaan. Suhu di seluruh kota RI naik, ini alasannya. Foto: CBS News

Bumi sudah tidak baik-baik saja karena pemanasan global bukanlah sebuah perkataan belaka. Kini berbagai fenomena gegara perubahan iklim timbul mengancam Bumi, seperti Urban Heat Island (UHI).
Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Ir Bambang Pramujati ST MSc Eng PhD menjelaskan UHI adalah fenomena alam berupa tingginya suhu di daerah perkotaan dibandingkan dengn wilayah lain di sekitarnya. Fenomena UHI atau pulau bahang perkotaan ini tengah dialami oleh kota-kota besar di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
“Fenomena tersebut tahun ke tahun semakin parah, yang ditandai dengan suhu yang semakin meningkat,” katanya dalam acara Road to Campus Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2024 antara ITS dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, dikutip dari laman resmi ITS, Kamis (27/6/2024).
Salah satu bukti mengapa Indonesia ikut terserang fenomena UHI dijelaskan oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Prof Ir Dwikorita Karnawati MSc PhD. Dwikorita memaparkan kini seluruh kota di Indonesia mengalami tren peningkatan suhu yang signifikan antara 0,2-1 derajat celcius per 30 tahun.
Dwikorita menjelaskan, fenomena ini bisa terjadi karena beberapa faktor seperti struktur geometris kota yang rumit, sedikitnya vegetasi, efek rumah kaca, hingga perubahan tutupan lahan menjadi lahan terbangun.
“Kapasitas termal yang tinggi dari material bangunan pun mengakibatkan panas yang diserap semakin besar,” tambahnya.
Tak hanya itu, RI juga mengalami peningkatan tren konsentrasi karbon tiap tahunnya. Hingga kini, konsentrasi karbon yang ada di udara Indonesia mencapai 415 ppm. Akibatnya, fenomena UHI di perkotaan Indonesia tidak bisa terelakan.
Terkait lahan terbangun dan konsentrasi karbon tersebut, Kepala Departemen Teknik Lingkungan ITS Dr Eng Ir Arie Dipareza Syafei ST MEPM IPM menjelaskan kaitan UHI, manusia, dan emisi gas rumah kaca.
Dosen kelahiran Surabaya ini menuturkan, aktivitas manusia dan industri di perkotaan meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi penduduk. Akibatnya, banyak alih fungsi lahan men jadi bangunan dan pemukiman.
“Hal ini dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca karena mengurangi lahan terbuka hijau di daerah tersebut,” terangnya.
Project Director Rujak Center for Urban Studies Dian Tri Irawaty PhD membeberkan, pada 2023, Indonesia tercatat sebagai peringkat pertama dari 54 negara yang berisiko tinggi terancam krisis iklim.
Dian menjelaskan kondisi ini meningkatkan kerugian akibat kejadian ekstrem sebesar 151% dalam 20 tahun terakhir. Kerugian ini meliputi hilangnya keanekaragaman hayati, peningkatan angka kematian, hingga masalah kekeringan.
Untuk itu, imbuhnya, sudah saatnya manusia termasuk anak muda mulai bergerak melakukan langkah-langkah mitigasi agar kerugian bisa diminimalisir.
“Ini menjadi suatu urgensi untuk mengkaji strategi mitigasi yang sesuai,” kata Dian.
Lantas, apa yang bisa dilakukan dengan naiknya suhu kota-kota di Indonesia? Dian menyarankan, berikut tiga cara merespons fenomena UHI mulai dari rumah:

Direktur Jenderal (Dirjen) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Ir Sigit Reliantoro MSc menyebutkan meski sudah menyebar, UHI tetap bisa diatasi. Salah satunya dengan gerakan climate optimism.
Gerakan ini mengajak masyarakat untuk terus memperbaharui informasi terkait UHI. Selain itu, masyarakat bisa ikuti mencari solusi dan terus berupaya mengedukasi pihak lainnya.
“Pola pikir tersebut dapat menjadi langkah awal penyelesaian UHI,” tuturnya.
Selaras dengan Sigit, perwakilan Green Leadership Indonesia Rizki Atthoriq Hidayat menyatakan, di samping masyarakat secara umum, anak muda terutama Generasi Z punya peran penting dalam mitigasi fenomena UHI. Sebab, mereka memiliki akses yang luas terhadap informasi dan teknologi.
Skill Generasi Z tersebut menurut Rizki mampu menyebarkan kesadaran mengenai bahaya peningkatan suhu udara. Kampanye melalui konten oleh Generasi Z menurutnya bisa mempromosikan penggunaan energi terbarukan, transportasi ramah lingkungan, serta penerapan praktik hijau lainnya.
“Hal ini dapat dengan mudah dilakukan dengan akses ke media sosial, kampanye online, dan kegiatan komunitas lokal,” ujar Rizki.
Ketika semua pergerakan ini dilakukan, perubahan ke arah lingkungan yang jauh lebih baik menurut Rizki bukanlah sesuatu yang tidak mungkin. Yuk, coba terapkan detikers!

Untuk lebih lengkapnya Klik Disini!!