Edukasi Terkini : Kisah Wayan Sudiatmaja, Anak Penjual Telur Keliling yang Wujudkan Mimpi Kuliah di UGM


Cerita Wayan Sudiatmaja yang wujudkan mimpi kuliah di UGM lewat SNBP dan KIP-K
Cerita Wayan Sudiatmaja yang wujudkan mimpi kuliah di UGM lewat SNBP dan KIP-K. Foto: dok. Universitas Gadjah Mada

Keterbatasan ekonomi kerap menjadi faktor penghalang yang membuat seseorang menggapai mimpinya, termasuk dalam hal pendidikan. Namun, hal itu tidak berpengaruh bagi I Wayan Sudiatmaja, seorang anak penjual telur keliling dan penenun kain di Bali.
Wayan Sudiatmaja panggilan akrabnya berhasil wujudkan mimpi mengenyam pendidikan tinggi di Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia diterima pada program studi (prodi) Ilmu Komunikasi Fisipol UGM melalui jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP).
Punya latar belakang ekonomi keluarga yang terbatas, membuat Wayan harus berusaha ekstra untuk mewujudkan mimpi itu. Terutama dalam membujuk kedua orang tuanya agar memberi izin berkuliah.
Sang ibu, Ni Luh Sulastini bercerita bila tidak pernah terbesit di benaknya untuk menguliahkan Wayan ke universitas. Karena biaya yang harus dikeluarkan pasti besar dan tidak mencukupi dari penghasilannya seorang pengrajin tenun.
“Wayan sempat bilang mau kuliah. Sempat pula saya larang karena terbentur biaya,” ujarnya dikutip dari rilis di laman resmi UGM, Senin (27/6/2024).
Tidak hanya bercerita ingin kuliah, Wayan langsung secara terang-terangan bila UGM adalah kampus tujuannya. Sempat berat, Ni Luh akhirnya luluh saat melihat kegigihan anak sulungnya itu.
Dan benar saja, Wayan berhasil diterima di UGM melalui jalur SNBP. Tak perlu risau dengan biaya pendidikan, karena kini ia terdaftar sebagai calon mahasiswa penerima KIP Kuliah dan mendapat subsidi UKT sebesar 75%.
Keluarga Wayan disebutkan mengontrak sebuah rumah bedeng dengan ukuran 5×7 meter persegi di jalan raya Candidasa, Karangasem, Bali. Ukuran ini membuat rumah mereka berdempetan dengan penghuni kontrakan lain.
Sehari-hari Ayahnya, I Nengah Raul Adyana merupakan pedagang telur keliling di pasar, warung kelontong, hingga restoran. Telur ini didapatkan Nengah dari pemilik kandang ayam petelur di daerah rumahnya.
Setiap tiga kali dalam seminggu, Nengah mengambil telur setidaknya 25 karpet. Jika laku, setiap satu karpet telur akan mendapat untung Rp 3 ribu.
“Kalau dihitung bersih rata-rata dapat Rp 1,5 juta sampai 1,8 juta,” katanya.
Sebelum menjadi pedagang telur keliling, ia telah mencoba beberapa kali ganti pekerjaan. Dari buruh pengrajin bambu, satpam, hingga kuli bangunan.
Namun, hingga akhirnya ia konsisten dalam menjual telur usai mendapat kejadian menarik dengan seorang pembeli warga negara asing. Kala itu ia masih coba-coba menjajakan telur di pinggir jalan.
“Waktu itu ada bule lewat, beli lima butir tapi dia bayar Rp 50 ribu. Saya jadi semangat untuk berjualan,” tambahnya.
Sejak saat itu, ia terus bersemangat hingga ini sudah tiga tahun berlalu. Kini, ia bisa mengambil telur hingga 15-25 karpet sekaligus dengan pendapatan bersih Rp 1,8 juta meski tak tentu.
Pendapatan tambahan keluarga juga disumbang oleh Ni Luh yang menjadi pengrajin tenun kain gringsing. Untuk satu kain dikerjakan sekitar 1-1,5 bulan tergantung dari ukuran kain yang dipesan.
“Untuk satu kain tenun, saya dapat upah 600 ribu rupiah,” kata Ni Luh.
Penghasilan suami-istri ini sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari dan membayar kontrakan rumah. Tapi, dirasa belum cukup bila membayar kuliah.
Syukurlah, jalan Tuhan mulus untuk Wayan yang berhasil lulus di UGM dengan KIP Kuliah. Bahkan Ni Luh sempat bernazar, jika anaknya lulus ia akan membawa sesaji pejati dalam tradisi Hindu ke pura.

“Karena sudah janji saya. Itu pun saya laksanakan pas hari odalan, kurang lebih satu bulan saat sembahyang setelah Wayan dapat pengumuman (kuliah) di UGM. Saya sendiri ke sana (Pura), bapak tidak tahu. Saya bawa ayam, pisang, jajan, buah-buahan. Saya antar ke pura,” katanya.
Sejak kecil, Wayan dididik untuk berperilaku hidup sederhana. Setiap berangkat sekolah, ia selalu rutin membawa bekal makan siang dari rumah.
Meski begitu, ia juga terkenal sebagai sosok yang berprestasi di bidang akademik dan non-akademik. Wayan tertarik dengan olahraga bela diri pencak silat dan telah ditekuninya sejak di bangku SMP.
Dari kesukaan ini, ia mengikuti berbagai kejuaraan pencak silat antar pelajar se-provinsi Bali dan langganan juara.
“Terakhir kita dapat juara satu untuk Bali Open Competition tingkat nasional untuk kategori seni beregu,” katanya.
Diterima kuliah pada prodi Ilmu Komunikasi UGM membuat Wayan ingin aktif dalam kegiatan organisasi dan kemahasiswaan. Sehingga ketika lulus nanti ia memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman dari organisasi.
“Kalau kuliah nanti saya akan coba ikut organisasi. Saya ingin cari pengalaman baru, pengetahuan baru, mencoba cara peluang ikut organisasi dan perlombaan,” jelasnya.
Keberhasilan ini membuat Negah dan Ni Luh berharap agar sang putra bisa menjalani kuliah dengan baik. Sehingga bisa lulus menjadi sarjana pertama yang membuat harum nama baik keluarga.
“Secara pribadi kita ingin Wayan bisa membawa nama baik keluarga dan punya masa depan. Yang pasti, kita sudah tua ini bingung cari kerja. Semoga apa yang menjadi cita-citanya Wayan, bisa terwujud. Semangatnya sungguh luar biasa,” tutup Nengah dan Ni Luh.

Untuk lebih lengkapnya Klik Disini!!