Edukasi Terkini : Fenomena Joki Tugas di Dunia Pendidikan, Begini Awal Mulanya
Joki tugas sudah menjadi rahasia umum. Fenomena praktik mengerjakan tugas orang lain dengan imbalan sesuai kesepakatan ini marak di kalangan pelajar dan mahasiswa. Bahkan, hingga sekarang, jenis tugas yang dijokikan pun semakin variatif.
Kemunculan jasa joki tugas tak lepas dari permintaan para pelajar dan mahasiswa yang juga memiliki eksistensi yang tinggi. Bagaimana bisa fenomena joki tugas muncul? Simak pengalaman sosok joki tugas berikut.
Seorang joki tugas, Rara (bukan nama sebenarnya) memulai pekerjaannya dari hal sederhana. Rara, yang diwawancarai oleh detikEdu beberapa waktu lalu, mengaku memulai jasanya pada 2019.
Rara mulai membuka jasa joki tugas ketika teman di bangku sekolah menengah atas (SMA) dihadapkan dengan suatu tugas menulis cerita pendek.
“Teman-teman saya itu pada tahu (saya ahli menulis cerpen). Akhirnya ada salah satu di antara mereka yang meminta untuk dibuatkan cerita pendek tersebut,” jelas Rara.
Setelah mengerjakan tugas cerita pendek tersebut, Rara semakin dikenal orang lain di sekolahnya untuk ‘membantu mengerjakan tugas’. Kala pertama kali Rara membuka jasa joki tugas, terdapat 11 orang yang memanfaatkan jasanya.
Sejak teman-temannya meminta Rara mengerjakan tugas mereka, akhirnya ia berani menawarkan jasa joki tugas kepada orang lain karena ia merasa ‘mampu’ mengerjakannya. Rara pun semakin termotivasi untuk menawarkan jasa joki tugas itu.
“Kalau untuk motivasinya sendiri itu mungkin karena dari passion sendiri ya waktu itu suka nulis. Terus, setelah mendapat uang dari situ, merasa ini kayaknya cocok deh buat nambahin uang saku gitu. Jadi yang memotivasi itu ya benefit yang aku dapat gitu,” ungkap Rara.
Joki lainnya, Riri (bukan nama sebenarnya) juga memanfaatkan kemampuannya di bidang akademik untuk membuka praktik joki tugas. Namun alasan Riri membuka jasa joki tugas bukan hanya karena kemampuannya, tapi juga lantaran waktu luang yang ia miliki.
Karena kala itu pandemi COVID-19 melanda dan mengalami kesulitan finansial, akhirnya Riri melanjutkan jasa joki tugas untuk memperoleh penghasilan. Ia pun mencoba mempromosikan jasa joki tugas melalui platform media sosial.
“Yang puas dengan pekerjaan saya biasanya mereka itu menyebarluaskan gitu. Jadi, kalau temannya itu mau cari joki tugas, itu diarahin ke saya,” ujar Riri, yang mengandalkan informasi dari ‘mulut ke mulut’ seperti teknik pemasaran Rara.
Salah satu dosen atau tenaga pengajar yang diwawancarai detikEdu dan tidak mau disebut namanya itu mengungkapkan motif-motif yang mungkin mendorong munculnya joki tugas. Potensi itu bisa berasal dari teman yang meminta bantuan, pasangan, atau memang murni karena uang.
Meskipun banyak motifnya, joki tugas ini tidak dianjurkan oleh tenaga pengajar atau pihak institusi. Pasalnya, joki tugas dapat ditindak sesuai Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 15 ayat 2 UU Nomor 20 Tahun 2003 dengan hukuman pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200 juta. Selain itu, joki tugas juga melanggar hak kekayaan intelektual yang dapat dikenai pidana penjara paling singkat 1 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1 juta atau pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5 miliar.
Klien kedua joki yang diwawancarai oleh detikEdu adalah mahasiswa. Tugas yang mereka kerjakan bermacam-macam, tetapi dominan tugas menulis, seperti esai, artikel, ataupun karya tulis lainnya di tingkat perguruan tinggi.
“Tapi saya mau mengerjakan yang memang materinya itu saya kuasai gitu, nggak jauh-jauh dari apa yang bisa saya kerjakan. Misalnya yang susah-susah itu menurut saya kayak terkait fisika, matematika, kayak gitu pasti nggak saya terima karena itu jauh dari passion saya,” ungkap Rara.
Para joki tugas ini masih terus menjalankan jasanya karena merasa masih memiliki pasar. Namun, mereka hanya melakukannya ketika mendapat permintaan, bukan dengan mempromosikannya. Hal ini karena mereka juga memiliki kesibukan lain.
Untuk lebih lengkapnya Klik Disini!!