Edukasi Terkini : Atasi Perubahan Iklim, UGM Buat Teknologi untuk Menyerap Karbon dengan Tanaman Ini


Peneliti UGM kembangkan teknologi tanaman penyerab karbon dioksida, mikroalga.
Peneliti UGM kembangkan teknologi tanaman penyerab karbon dioksida, mikroalga. Foto: dok. Universitas Gadjah Mada

Menjadi dasar rantai makanan di laut, siapa sangka tanaman ini memiliki kemampuan yang luar biasa. Kemampuannya bahkan mampu memainkan peran kunci dalam menjawab pemanasan global dan perubahan iklim yang tengah dihadapi Bumi.
Ya, tanaman ini bernama mikroalga yang memiliki kemampuan menyerap karbon dioksida (CO2). CO2 akan diserap dan diproses melalui metabolisme miliknya yang melibatkan protein, lemak dan karbohidrat dalam jumlah besar.
Tidak hanya kemampuan spesialnya, mikroalga juga tanaman yang tahan banting. Ia mampu bertahan hidup di daerah berpolusi, suhu ekstrem, bahkan udara beracun.
Oleh karena itu, berbagai peneliti berbondong-bondong menggali potensi mikroalga agar bisa mengatasi masalah perubahan iklim dunia. Termasuk peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) yang tengah mengembangkan teknologi mikroalga bernama Microforest 100.
Teknologi Microforest 100 dikembangkan oleh Peneliti Pusat Unggulan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUIPT) Microalgae Biorefinery UGM melalui program dana pendamping dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalui platform Kedaireka tahun anggaran 2022 lalu. Mereka juga bekerja sama dengan startup PT Algatech Nusantara.
Microforest 100 berbentuk pohon prototipe dari alga dengan teknologi dekarbonisasi. Teknologi ini akan menyerap CO2 dalam jumlah besar, bahkan setara dengan lima pohon dewasa berumur 15 tahun.
Karena kemampuan mikroalga sendiri disebut mampu menyerap karbon dioksida 30-50 kali lipat lebih banyak dibanding tanaman terestrial saat ini.
Saat ini, Microforest 100 sudah berbentuk instalasi dan telah diluncurkan di Masjid Raya Syeikh Zayed Solo. Tempat ini dirasa cocok karena tingginya tingkat pengunjung dan menghasilkan banyak emisi karbon.
“Instalasi setinggi dua meter tersebut berfungsi untuk menyerap karbon di udara dengan teknologi fotobioreaktor,” kata Rangga dikutip dari rilis di laman UGM, Kamis (27/6/2024).
Dalam beberapa waktu, Microforest 100 akan dipantau kinerjanya hingga sejauh mana mesin bisa bertahan menyerap karbon. Hasil ini akan menjadi bahan pengembangan lebih lanjut untuk diletakkan di tempat-tempat ibadah lain seperti Masjidil Haram Mekkah dan Masjid Nabawi.
Salah satu peneliti yang sekaligus Dosen Fakultas Biologi Dr Eko Agus Suyono menyatakan tanaman ini hebat dan memiliki potensi lainnya. Karena bisa dikembangkan menjadi produk olahan lain seperti bahan bakar bio energi.
Sehingga ia berharap potensi ini bisa dieksplorasi lebih lanjut sehingga masyarakat luas bisa memanfaatkannya.
“Dengan begitu, pengurangan emisi karbon dapat berlangsung secara masif dalam mengatasi perubahan iklim,” tutupnya.
Tidak hanya Indonesia, penelitian tentang mikroalga sudah ramai di dunia internasional. Dalam sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal Royal Society of Chemistry menjelaskan mikroalga mampu menyerap CO2 dari atmosfer.

Peneliti utama yang juga professor University of Houston (UH) Cullen College of Engineering’s Division of Technology, Venkatesh Balan menjelaskan karbon dioksida yang ditangkap akan berubah menjadi protein, lipid, dan karbohidrat.
Dengan kemampuan ini, mikroalga bisa menjadi bahan baku penting di masa depan. Tidak hanya mengatasi perubahan iklim tapi juga mampu menjadi bahan baku produksi biofuel dan biokimia yang dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil di masa depan.
“Kita sedang mengalami perubahan iklim. Suhu panas yang mencapai angka 100 derajat F pada musim panas ini berlangsung selama tiga bulan di Texas dan beberapa daerah belahan dunia lainnya. Ini adalah bukti perubahan iklim dan tidak ada yang bisa menyangkalnya,” tutur Balan dikutip dari laman Science Daily.
Seperti yang diketahui, salah satu faktor cepatnya perubahan iklim adalah kehadiran efek rumah kaca yang mempercepat pemanasan. Di atmosfer Bumi, CO2 dan klorofluorokarbon menjadi faktor utamanya.
Karena hal itu, dunia ilmiah terus membahas bagaimana cara mengurangi kehadiran CO2 hingga kemampuan mikroalga diketahui. Bersama rekan-rekannya, Balan menemukan bila mikroalga dapat digunakan sebagai substrat untuk menghasilkan jamur.
Hal ini menimbulkan timbal balik yang sangat baik. Karena Alga mampu menghasilkan oksigen dan jamur mampu menstabilkan CO2 dan menghasilkan oksigen.

Untuk lebih lengkapnya Klik Disini!!