Berita Terkini : Server PDNS Diretas, Guru Besar IT: Tak Ada Sistem yang Dijamin Keamanannya


High quality 3D rendered image, perfectly usable for topics related to big data, global networks, international flight routes or the spread of a pandemic / computer virus.  Textures courtesy of NASA:  https://visibleearth.nasa.gov/images/55167/earths-city-lights,  https://visibleearth.nasa.gov/images/73934/topography
Ilustrasi. (Getty Images/iStockphoto/DKosig)

Server Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengalami serangan siber Ransomware sehingga down dan mengganggu layanan publik di berbagai instansi. Guru besar bidang informasi teknologi (IT), Prof Marsudi Wahyudi Kisworo, mengatakan bahwa di dunia keamanan komputer tidak ada sistem yang dijamin keamanannya.
“Dalam dunia keamanan komputer, di dunia ini tidak ada sistem yang dijamin pasti aman, yang ada adalah sistem yang sudah diretas dan sistem yang belum diretas. Di negara-negara maju pun konon setiap 3-5 detik terjadi percobaan peretasan,” ujar Prof Marsudi dalam keterangannya, Rabu (26/6/2024).
Hal itu, lanjutnya, sama saja dengan sebuah rumah. Secanggih apapun pengamanan rumah, tidak ada yang mau menjamin bahwa rumah seseorang tidak akan kemalingan, kerampokan, atau kejatuhan meteor.
“Makanya dalam keamanan, yang paling penting adalah security awareness culture alias budaya berhati-hati,” ungkapnya.
Selain itu, guru besar pertama bidang IT di Indonesia ini menegaskan bahwa di jagat pengamanan komputer, harus selalu mematuhi tata kelola keamanan (security governance) yang baik.
“Misalnya menerapkan berbagai standar keamanan komputer yang ada, dapat mengurangi kemungkinan terjadinya pelanggaran keamanan, paling tidak mengurangi dampak jika terjadi pelanggaran keamanan. Sama kan dengan pengamanan fisik seperti mengamankan rumah atau mobil,” paparnya.
“Security governance meliputi analisa risiko apa saja yang bisa terjadi, meliputi skenario pelanggaran keamanan, aktor, probabilitas, dan dampaknya,” sambungnya.
Kemudian ia melanjutkan, dilakukan penanganan risiko mulai dari peralatan misalnya untuk deter, defend, dan detect, sampai ke prosedur yang harus dijalankan ketika terjadi pelanggaran keamanan misalnya peosedur tanggap darurat sampai ke pemulihan.
Rektor Universitas Pancasila ini juga memaparkan lembaga-lembaga yang bonafide pasti punya security plan yang komprehensif, bahkan mungkin mengikuti standar-standar yang lazim.

“Kalau melihat kejadian dengan PDN, dan beberapa kasus sebelumnya yang pernah saya tangani, tidak adanya security plan yang baik itulah penyebab ketika terjadi pelanggaran maka tidak dapat ditangani dengan baik,” ungkapnya.
Prof Marsudi yang juga Dewan Pengarah BRIN ini mencontohkan yang paling sering terjadi adalah tidak adanya skenario ketika terjadi peretasan dan tidak punya disaster recovery plan bahkan tidak punya business continuity plan.
“Jangankan itu, banyak lembaga baik pemerintah maupun swasta di Indonesia, cyber risk assessment saja nggak punya, baru kelabakan ketika sudah dijebol,” pungkasnya.

Untuk lebih lengkapnya Klik Disini!!